Luka

Luka

Kemarin sudah saya ceritakan tentang pelajaran mengukir sewaktu SMP. Pelajaran mengukir selama setengah semester itu membekas seumur hidupku. Bukan karena terkesan atas pelajaran atau hasil pekerjaanku yang excellent, melainkan karena aku mengukir tanganku sendiri. Maksudnya? Kejadiannya begini.

Karena begitu antusiasnya dengan pelajaran baru itu, aku meminjam seperangkat alat ukir (tatah) dari sepupuku. Beliau adalah seorang pengrajin profesional, tidak heran alat-alat yang kupinjam terpelihara ketajamannya. Sama seperti keahlian, semakin sering dipakai akan semakin tajam.

Karena waktu pengumpulannya sudah dekat dan alat-alat ukir tersebut tidak bisa dipinjam terlalu lama.  Maka aku mengerjakannya dengan kecepatan yang lebih daripada biasanya. Bagian akhirnya adalah memperdalam bagian tertentu supaya bagian lainnya lebih menonjol. Kayu kotak itu kupegang erat dengan tangan kiri, sedangkan tangan kananku mendorong tatah ke arah tangan kiri, berulang-ulang.  Entah karena licin atau terlalu cepat, tiba-tiba tatahku meleset dan Aaaaahhh. Senjata makan tuan, tatahku mengukir garis sepanjang 5 cm persis di pergelangan tangan kiri. Lukanya membuat perdarahan yang cukup banyak, meskipun bukan perdarahan arterial.*

Itu tentang luka fisik yang saya alami, bagaimana dengan luka hati? Luka hati sepertinya bisa ditimbulkan oleh perkataan dan perbuatan orang lain dan diri sendiri. Meskipun demikian, orang lain hanya  bisa melukai hati Anda selama Anda menginjinkannya. Maksudnya saya memberi ijin orang itu menyakiti saya? Yah bisa dikatakan demikian, kaget ya? Saya dulu punya keyakinan bahwa semakin dekat orang itu secara pribadi maka semakin besar luka hati yang bisa ditimbulkannya, konyol ya? Padahal kita sendirilah yang memutuskan untuk itu.

Luka hati itu bisa berlangsung cukup lama dan tidak sembuh-sembuh, mirip seperti luka akibat sakit diabetes. Apakah hati tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri? Ada yang mengatakan bahwa waktu akan menyembuhkan setiap luka. Jadi seberapa cepat ya?

Jika seseorang luka fisik, maka dia ingin segera sembuh betul? Anehnya jika luka hati tidak banyak yang ingin segera sembuh. Masak sih, bukan saya tentunya kan. Hehehehe beberapa orang menikmati penderitaan luka hatinya tersebut, malah ada yang bangga. Nih lihat, gara-gara dia hidupku berantakan, gara-gara dia bisnisku hacur, gara-gara dia jadi tidak semangat hidup. STOP! Hello? Please deh..Hidup siapa sih yang sedang Anda jalani sekarang? Siapa yang paling bertanggungjawab atas hidup Anda?

OK. Saya tidak bangga dan tidak menikmati luka hati saya, namun setiap kali teringat, rasanya masih tidak nyaman, jadi gimana dong?  Ya segera lupakan saja, caranya sudah saya tuliskan di artikel Ingat dan Lupa. Sudah saya lakukan, namun muncul kembali. Hmmmmm kalau begitu harus memakai cara lain, besuk saya tuliskan caranya ya, sabar menunggu khan?

Luka di pergelangan tangan kiri saya sudah lama sembuh, dan setiap melihatnya, saya teringat pelajaran yang diberikan oleh ukiran kayu. (Ukiran kayu dan buang hal yang tidak penting). Maka betapa nyamannya jika kita ingat luka hati yang pernah ada, dan bisa ambil makna positif darinya. Bagaimana pendapat Anda?

Salam Berkelimpahan

The Motivator Doctor. Bandara Adisucipto – Juanda – Hasanudin, 17.11.12

*Perdarahan akibat terpotongnya nadi arteri, biasanya darahnya memancar bukan merembes

mau ngobrol dengan saya? bisa follow twitter @DokterAgungKris atau mau undang saya untuk bicara di institusi/komunitas Anda bisa hubungi ke 0812 8493 1800  atau Ingin mengetahui potensi diri Anda? klik disini

4 thoughts on “Luka

  1. Dewi Novita

    hmmmm… luka luka luka yang kurasakan… bertubi2… yang kau berikan…. … *luka hati yang pernah ada harus lebih mendewasakan… anggap itu sebagai batu loncatan… bukan batu sandungan… buat apa memelihara ‘luka’… lebih baik buang saja kan dok… :))

    Reply
  2. Tripina

    Sepuluh tahun yang lalu sy pernah mengalami peristiwa Dan menurut orang lain hal tersebut sangat menyakitkan…tapi tidak buat saya 🙂 karena saya memandangnya berbeda.

    Reply

Leave a comment