Bekas Luka

Bekas Lukpembicara seminar kesehatana

Suatu kali di sebuah Training, salah seorang peserta mendebat dengan sengit mengenai materi yang sedang dibahas. Trainer yang mengampu materi tersebut dengan senyum dan sabar, meladeni setiap keberatan yang diajukan oleh peserta tersebut.

Materi yang sedang dibahas adalah topik mengenai RELASI, khususnya tentang Forgiving atau Memaafkan. Topik selengkapnya sudah pernah dituliskan di blog ini, Anda boleh klik disini, untuk mendapatkan gambaran tentang topik forgiving yang menjadi pangkal perdebatan.

Sang Trainer mengatakan bahwa forgiving merupakan cara untuk menyembuhkan diri sendiri, sehingga semakin mudah dan cepat memaafkan, akan membawa kesembuhan batin yang lebih cepat juga. Peserta itu kemudian menukas dan berkata berapi-api,” Tidak bisa demikian pak”. “Ibarat luka,” katanya meneruskan argumennya, “Setiap luka akan meninggalkan bekas, sehingga tidak serta merta setelah memaafkan kemudian menyebabkan bekas luka itu menghilang.” Masuk akal.

Argumen peserta tersebut mengingatkan saya tentang kisah seorang anak pemarah Pada suatu masa ada seorang anak yang sangat pemarah, setiap kali marah ia mengeluarkan kata-kata yang kasar yang tidak jarang melukai perasaan orang-orang disekelilingnya. Perilaku anak tersebut tentunya membuat orang tuanya prihatin, maka mereka mencari cara untuk memberikan pengajaran yang berharga kepada si anak.

Ayah dari anak tersebut kemudian memberikan sekantong paku dan sebuah palu, dan berpesan agar setiap kali kamu marah, tancapkanlah paku-paku ini dipagar kayu di depan rumah. Entah bagaimana si anak tersebut menuruti pesan dari ayahnya, maka setiap kali ia marah ia menancapkan sebuah paku dipagar depan rumahnya.Tidak perlu menunggu waktu yang lama maka pagar kayu di depan rumahnya telah poenuh dengan paku-paku yang ditancapkan.

Kemarahan mungkin salah satu emosi yang paling sering dialami oleh banyak orang. Apakah orang tidak boleh marah? Tentu saja boleh, bahkan perlu. Namun sadarilah dan kontrolah kemarahan Anda, jangan sampai kemarahan menghilangkan kesadaran atau bahkan kemarahan yang mengontrol  Anda. Burn your Anger before your anger burn you.

Setelah si anak tersebut reda marahnya, sang ayah kemudian mengatakan, sekarang karena telah reda marahmu, cabutlah paku-paku yang telah ditancapkan dipagar itu. Dan lagi-lagi si anak menurutinya. Ia mencavuti semua paku yang telah ia tancapkan. Setelah paku-paku itu dicabut sang ayah bertanya kepada si anak. Apakah setelah paku-paku itu di cabut, lubang bekas di kayu pagar itu menghilang? Tentu saja tidak, bekasnya masih ada. Dan sang ayah yang bijak itu memberikan pengajarannya, setiap kali kamu marah, kata-kata kasar yang keluar dan perilakumu itu menyakiti orang lain, dan meskipun kemarahanmu itu sudah reda, belum  tentu bekas luka yang diakibatkannya menghilang.

Saya tidak tahu apakah peserta yang mendebat topik forgiving pernah mendengarkan cerita di atas ataukah belum, namun banyak orang di luar sana yang merasa bahwa sakit hati itu tidak mudah hilang. Bahkan ada seseorang yang memasang status di media sosialnya jagalah perkataanmu, karena jika menyakiti orang lain meskipun sudah dimaafkan, tidak akan pernah dilupakan. Kesimpulannya orang ini sebaiknya membaca tulisan forgiven and not forgotten.

Luka di badan kita memang menimbulkan bekas bahkan ada beberapa yang bekasnya begitu kelihatan. Saat luka mengalami kesembuhan maka jaringan dikenal dengan jaringan parut itu merapatkan luka, seperti halnya benang jahit. Jaringan ini malah lebih kuat dan erat dari sebelumnya. Setiap luka memang menimbulkan bekas bahkan tidak jarang bekas terlihat menonjol. Meskipun beberapa krim atau teknik operasi kosmetik mampu menyamarkan bahkan menghilangkan bekas luka sama-sekali.

Jika dalam sebuah medan perang, prajurit yang banyak memiliki bekas luka, dianggap lebih dari yang lain. Karena setiap bekas luka yang ada mempunyai cerita dan memberikan pengalaman kepadanya. Maka ia dianggap lebih dari yang lain. Bahkan sebuah luka  berbentuk petir di dahi seorang anak kecil menjadikannya penyihir terhebat dalam kisah tulisan JK Rowling.

Kembali ke perdebatan di awal tulisan ini. Karena sakit hati dianggap sama seperti luka di badan maka amatlah reasonable bahwa luka tersebut akan meninggalkan bekas yang bahkan tidak pernah hilang. Sang Trainer, yang juga adalah seorang dokter, tersenyum dan berkata dengan perlahan.

“Memang benar, bahwa kadang luka di badan menimbulkan bekas, mungkin juga dengan luka di hati. Memaafkan bukan untuk menghilangkan bekas luka tersebut, namun untuk menyembuhkan lukanya. Siapa di ruangan ini yang memiliki bekas luka di tubuhnya?” Sebagian besar yang hadir di ruangan tersebut mengangkat tangannya.

“Setiap bekas luka di badan Anda, memiliki cerita dan memberikan pengalaman, sama seperti bekas luka seorang prajurit di medan pertempuran. Kabar baiknya adalah bekas luka tersebut adalah luka-luka yang sudah sembuh. Bahkan bekas luka itu menandakan kesembuhan Anda. Sama seperti penyakit cacar air yang meninggalkan bekas bopeng di kulit. Bopeng itu menandakan kesembuhan dari penyakit cacar air, bahkan menjadi penanda bahwa seseorang sudah kebal dari penyakit tersebut.”

Jadi apakah bekas luka masih terasa sakit? Tentu saja tidak. Rasa itu sudah lama hilang. Maka memaafkan telah  menyembuhkan sakit hati, bekasnya? Mungkin belum hilang namun sudah tidak terasa lagi. Sehingga ketika teringat peristiwa yang menyebabkan luka tersebut, yang muncul hanyalah rasa syukur bahwa luka itu sudah sembuh dan itu memberikan banyak pelajaran.

Moralnya : Jangan berdebat dengan dokter soal luka 😛

 

9 Februari 2015

The Motivator Doctor

mau ngobrol dengan saya? bisa follow twitter @DokterAgungKris atau mau undang saya untuk bicara di institusi/komunitas Anda bisa hubungi  email tanyadokteragung@gmail.com

Leave a comment